“Taroangngi siri’ alemu nak” di keluarga Bugis Makassar, kalimat ini pasti pernah diucapkan orang tua sebagai nasehat pada anaknya, setidaknya sekali, tapi biasanya berkali-kali hingga hari kini. “Jaga rasa malu dalam dirimu”, seperti itu kira-kira artinya.
Seja kecil Sirki’ yang saya pahami konteksnya sangat personal. Saya mentah-mentah menerjemahkannya sebagai rasa malu yang sayangnya standarnya telah dikonstruksi sedemikan rupa dalam masyarakat kita yang feodal dan patraiarki. Siri’ menjadi tembok besar yang seolah berhadapan langsung dengan masa remaja saya yang meledak-ledak dan ingin mengeksplorasi banyak hal. Saya membencinya.
Saat meninggalkan usia remaja, dalam pandangan saya, Siri’ berubah menjadi lebih luas. Tapi esensinya tetap sama. Mengecewakan. Saya menghadapi kenyataan orang-orang terpelajar yang mengenyam pendidikan di kampus sibuk mengatas namakan Siri’ yang entah kenapa harus berwujud kemarahan, bentrokan, pertikaian, bahkan saling bunuh demi suku, ras dan kelompok.
Dan novel ini menceritakan hal tersebut dengan cara yang brilliant. Jujur, saat membaca judul dan blurb nya, saya tidak begitu tertarik membuka buku ini. Saya berpikir akan bertemu dengan kisah hidup klasik ala masyarakat Bugis Makassar yang menurutku tidak begitu menarik. Apalagi, kata Siri’ terlanjur menuntun saya pada cerita-cerita yang berlatar Bugis Makassar, genre yang tidak pernah berhasil membuat saya membaca buku sampai habis.
Asmayani menutur kisah hidup keluarga Bugis Makassar dengan kemasan yang mewah. Di dalamnya memuat sejarah, mengangkat fenemona nyata tentang relasi sosial khas masyarakat Indonesia. Dia mengangkat issue gender, poligami, pengasuhan, korupsi, nepotisme, seni, HAM, dan Papua sebagai subjek penting yang disajikan dengan politis dan yang paling utama, ia menunjukkan keberpihakan. Jelas juga terlihat bahwa kisah yang dituturkan berdasarkan riset atau pengalaman, bukan imajinasi semata. Gaya ceritanya lugas dan berani.
Siri’ di novel ini menurut saya secara jelas ingin memperlihatkan bahwa dia adalah nilai yang universal, nilai-nilai yang sejatinya dimiliki manusia sebagai pegangan hidup. Siri’ bukan tentang bagaimana kelak orang menilai dan melihatmu, tapi bagaimana kamu seharusnya berpikir dan bertindak sesuai nilai yang kamu pegang sebagai manusia. Yaitu, bagaimana kamu menghargai kehidupan orang lain sama seperti kau menghargai hidupmu. Jika tidak, kamu mungkin akan bernasib seperti keluarga Bahjan yang begitu sempurna namun hanya di permukaan saja.
Buku ini ditebitkan oleh Penerbit Mekar Cipta Lestari, 350 halaman, dan bisa kalian beli di Kedai Buku Jenny dong.