Rasa apa yang kalian ingat tentang Makassar? Pertanyaan sederhana ini biasanya kita jawab spontan dengan rasa makanan. Coto, pallubassa, pisang epe, pisang ijo, atau mie titi. Kedengarannya sederhana, tapi sadar atau tidak, makanan adalah pilihan paling mudah untuk mendekatkan atau membicarakan Makassar. Kita mungkin tidak menyadari, apa yang kita makan menunjukkan banyak hal tentang siapa diri kita, serta tentang budaya dari keberadaan kita. Makanan adalah medium masyarakat untuk menyatakan tentang dirinya.
Ungkapan ”we are what we eat” dan ”we are what we don’t eat” menunjukkan suatu identitas dalam budaya dari satu komunitas, bahkan secara lebih luas dapat menunjukkan identitas suatu bangsa. Makanan dapat dikatakan sebagai pengikat keterpisahan satu komunitas dengan komunitas yang lain. Ketika berada jauh dari rumah, makanan mempertautkan rasa memiliki. Makanan serupa kunci yang mengikat hubungan manusia.
Karenanya, ketika industri makanan yang kita kenal sebagai industri kuliner berkembang maka elemen lain yang melingkupinya juga bergerak atau berubah. Kuliner merupakan elemen dari kebudayaan, yang berkaitan dengan akar historis, kolonialisme, mitos, agama, dan nilai dalam suatu masyarakat. Dan menjadi hal penting untuk dibicarakan, dikaji secara terbuka.
Menceritakan makanan tidak hanya menceritakan rasa, tapi juga menceritakan manusia, menceritakan komunitas, menceritakan perubahan, menceritakan bagaimana sebuah kota bertransformasi. Menceritakan makanan bukan hanya tentang ragam pangan yang diolah menjadi sebuah cita rasa namun mengulik lebih jauh tentang bagaimana manusia mengikat diri dengan sebuah identitas, tempat, lalu menjadi kultur yang mengakar. Apa yang kita makan, dengan siapa kita makan, dan bagaimana penyajian makanan menunjukkan peranan yang penting dalam memaknai relasi sosial.
Untuk menandai jejak perubahan tersebut, Dinas Pariwisata Kota Makassar dan Kedai Buku Jenny berinisiatif mengambil bagian dengan mengajak anak muda Makassar untuk mengidentifikasi, mengobservasi, meneliti dan menuliskan cerita makanan mereka sendiri. Kegiatan yang dibuka oleh Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas, Zulkifli Salam ini dikemas dalam bentuk pelatihan penulisan yang menghadirkan narasumber yang berkecimpung dalam kelindan penulisan, kota dan makanan. Adapun para narasumber tersebut antara lain: Aan Mansyur, Dr. Ilham, M. Hum, Harnita Rahman, Mimi Hilzah, Zainal Siko, Wildayanti Salam dan Zulkhair Burhan.