Senin, 9 Oktober 2023 adalah hari yang tidak pernah kami rencanakan tapi justru menjadi salah hari terbaik tahun ini. Saya bertolak menuju Malang, bukan perjalanan liburan keluarga apalagi perjalanan solo tapi bersama rombongan Teater Anak Ketjil. Kami berkesempatan mementaskan salah satu naskah berjudul “Toakala dan I Bissu Daeng” di Festival Cerita Panji.
Saya berangkat sebagai salah satu crew, musik dan make up. Pagi itu, kami berkumpul di halaman SDN 127 MONCONGLOE. Jadwal pesawat memang masih di pukul 14.00 namun, karena rombongan Teater Anak Ketjil kali ini dari sekolah maka Kepala sekolah berinisiatif melepas kami secara resmi. Kami berangkat setelah wejangan dan proses salam salaman dengan guru selesai.
Kami menuju ke bandara Sultan Hasanuddin beserta seluruh rombongan orang tua dan guru dengan 6 mobil. Sesi foto bersama guru dan orangtua berlangsung dengan cepat, yang lama adalah sesi berpamitan. Anak anak perempuan dan orang tua menangis mengantar kepergian kami. Rombongan kami rombongan besar, 17 orang dengan hanya 4 orang dewasa yang mendampingi termasuk ibu dan bapak. Kalian pasti akan tahu, bagaimana seru dan rempongnya perjalanan ini.
Di ruang tunggu kami habiskan waktu dengan makan siang, sholat, dan mengeksplorasi bandara dan hal hal yang bisa membunuh waktu lainnnya. Lalu terbanglah kami, menuju Surabaya.
Sesampainya di Surabaya kami dijemput panitia Festival Cerita Panji menggunakan bus. Kami bersama teman dari Palangkaraya. Perjalanan ke Malang kami tempuh cukup lama, dan kami tiba di penginapan sekitar jam 8 malam. Perjalanan yang panjang, namun sama sekali belum melelahkan. Buktinya, Setelah berbenah, makan malam dan sholat, saya berempat bersama Suar, Ail, dan Rezky main bottle flip sampai larut malam.
Perjalanan ini sejujurnya sangat mendadak. Informasi bahwa Teater Anak Ketjil berpartisipasi dalam lomba cerita panji kategori anak anak, sudah diceritakan ibu sebagai sutradara. Tapi informasi lolos dan keberangkatan kami baru jelas 2 hari sebelum berangkat.
pementasan yang dikirim ibu untuk lomba ini adalah naskah yang dipentaskan pada Panggung Gembira. Naskah ini dilatih kurang lebih sebulan di sekolah dan dikemas dalam kegiatan bermain di waktu belajar mereka. Saya mengikuti proses ini karena menemani ibu menggarap naskah, melatih dan menemani para aktor bermain dan berlatih.
Saya kagum sekali saat pertama kali melihat taman kota ini. Tamannya rapih, asri, dan hijau. Disaat kami sampai, burung burung merpati beterbangan lalu turun kembali untuk mengambil makanan yang diberikan oleh orang orang yang berkunjung. Karena weekday, taman tidak begitu ramai dan kami senang kami seolah memiliki kesluruhan taman ini sebaggai ruang main. Di sudut taman, disediakan arena bermain yang masih bagus dan lengkap.
Perjalanan kami akhiri dengan berkeliling menggunakan odong odong raksasa, ya, raksasa karena muat untuk kami 1 rombongan. Dengan ornamen kepala naga besar di depan dan dua naga kecil di kedua sisinya yang sangat keren. Di perjalanan itu kami menghabiskan waktu dengan menyanyi atau melambaikan tangan ke orang orang random di jalan dan saat orang itu melambai kembali kami semua langsung berteriak dan tertawa such a wholesome moment.
Kami menuju gedung pementasan setelah menikmati eskrim. Gedung pementasan terletak dii Rektorat lantai 2, milik UB TV. Gladi resik berlangsung kikuk karena bagi teater anak kecil panggung ini sungguh besar. Saya melihat ibu lebih banyak mengubah set posisi dan blocking. Sementara aktor aktris kami sangat nerveous. Untuk pemantapan, ibu mengingatkan kembali posisi dan blocking di sore hari setelah kami istirahat. Setelah itu, penginapan kami riuh karena persiapan. Kostum dan make up. Saya bertugas melukis wajah Toakala dan rakyatnya. Sebenarnya tidak sulit, hanya saja saya baru melakukan tugas ini.
Lalu, malam show pun tiba. Kami menuju gedung pementasan. ruang pementasan sudah hampir penuh saat kami tiba. Kami menunggu di belakang area penonton yang cukup besar dan leluasa bagi kami untuk bersiap. Kami pentas diurutan ke tujuh, beberapa aktor kami sudah tertidur. beberapa yang lain tiba tiba nervous, panik, menangis, sakit perut, mau muntah beberapa menit sebelum giliran kita. Dan itu wajar, panggung ini adalah panggung besar untuk kami yang baru berproses kurang lebih tiga bulan. Dan baru pentas 2 kali dengan penonton. Bersama Ibu, aktor aktor melakukan relaksasi diberi semangat diberi input input yang memotivasi.
“Teater Anak Ketjil, TAKLUKKKKAN “ kami berteriak lalu bertekad menampilkan sebaik yang kami bisa. saya duduk di samping kanan panggung bersama Puang Udi sebagai penata musiknya. Dan, pementasan berjalan lancar. Aktor aktris menampilkan totalitas bahkan puisi penutup Toakala sangat menyentuh dan membuat saya terharu. Kami betul betul menaklukkan panggung malam itu.
Kami pulang dengan lega dan bahagia. Perjalanan pulang ke penginapan kami isi dengan menyanyi sekeras kerasnya tanpa beban. Malam pun berakhir dengan cerita masing masing dari perspektif yang berbeda.
Keesokan harinya, mungkin karena capek kami bangun tidak secepat kemarin. Agenda hari ini adalah membeli oleole lalu kembali ke Makassar. Sebelumnya, kami sarapan soto di pinggir jalan. Sotonya enak dan suasananya unik. Walau matahari sudah menemani, tapi Malang tidak sepanas Makassar. Harusnya kami naik MACITO sebelum pulang, tapi sayang sudah full booked.
Walau tidak mengeksplor kota Malang secara maksimal, perjalanan ini bagi saya adalah pengalaman yang akan terus saya ingat. Bukan hanya karena pentas di panggung nasional namun juga karena diberi kesempatan untuk menikmati 2 malam 3 hari bersama teman teman. Saya harap, perjalan ini juga berkesan untuk mereka.
Menuju Surabaya, kami semua tertidur. Di Bandara Juanda, kami menunggu kurang lebih dua jam. Lalu terbang menuju Makassar. Ahamdulillah penerbangannya lancar dan kami sampai di bandara Sultan Hasanuddin disaat Maghrib.
Di bandara, orang tua para aktor dan aktris telah menunggu. dan saat kami keluar, orang tua dan keluarga yang menjemput teman teman bersorak dan tidak tahu kenapa seluruh orang orang yang ada di sana juga ikut bersorak. Pokoknya keren sekali, seolah kami kontingen atlet yang menang kejuaraan.
Yah, kami memang menang banyak selama tiga hari itu. Kami belajar untuk bekerja dalam tim, belajar tidak mementingkan keinginan kami, belajar menyampaikan pendapat dan belajar mengurusi diri kami sendiri. Pengalaman ini semoga juga akan diingat teman teman yang lain sebagai pengalaman masa kecil yang berharga.
Mahatma Ali El Gaza